Thursday, October 22, 2009

“Spanglish”, Nasionalisme, dan Seorang Ibu…


Beberapa bulan lalu saya nonton sebuah film yang menurut saya sangat bagus. Judulnya Spanglish. Film ini tidak hanya bagus dari segi cerita dan pesan yang ingin disampaikan, tapi yang paling membuat saya terkesan adalah kehebatannya dalam memukau saya di akhir cerita, dimana dari sebuah adegan yang mungkin terasa biasa bagi orang lain, tapi begitu menohok hati saya.
Spanglish bercerita tentang seorang ibu muda asal amerika latin yang mempunyai jiwa nasionalisme yang sangat tinggi. Ia membesarkan anak perempuannya seorang diri ( tak diceritakan kemana gerangan sang suami ). Ia bekerja serabutan demi membiayai hidup putrinya. Ia seorang ibu yang hebat yang pantang terlihat lemah di depan putrinya. Awalnya mereka tetap bertahan di Meksiko, namun besarnya kebutuhan hidup membuatnya terpaksa bermigrasi ke Amerika . Ia pun pindah ke Amerika dengan satu prinsip kuat, bahwa sebisa mungkin tidak hidup dengan American yang bisa saja membuatnya kehilangan jati diri. Hingga putrinya beranjak remaja, ia hidup di perkampungan Meksiko di Amerika. Ia hidup dengan budaya meksiko yang kental, bahkan ia tak berniat belajar bahasa inggris dan tetap menggunakan bahasa spanyol dalam kesehariannya. Masalah muncul saat ia mulai bekerja sebagai pembantu rumah tangga di sebuah keluarga kulit putih Amerika. Pada awalnya ia hanya mengalami kendala bahasa biasa. Namun lama-lama ia merasakan betapa budaya Amerika yang begitu berbeda jauh dari budayanya mau tak mau ikut mempengaruhi kehidupannya, dirinya, dan terutama putrinya.
Konflik mulai tumbuh saat sang nyonya majikan amerika-nya tergila-gila pada putrinya yang cantik, polos, dan pandai. Nyonya amerika itu rupanya terobsesi mempunyai anak bak Barbie hanya karena tubuh anak perempuannya lumayan tambun. Sang nyonya lantas sering memberi hadiah putrinya, mengajak putrinya jalan-jalan, dan lambat laun secara kasat mata mengubah putri mungil meksiko itu menjadi sangat amerika. Puncaknya saat sang nyonya merekomendasikan beasiswa di sebuah sekolah bergengsi, tentu saja si gadis kecil girang bukan main. Ia begitu bahagia membayangkan masa depannya yang sudah pasti terjamin. Namun sang ibu muda meksiko itu menyadari, bahwa jika ia menyetujui putrinya untuk masuk ke sekolah bergengsi yang sarat nilai amerika itu, bukan tidak mungkin ia akan kehilangan putri manisnya untuk selamanya. Maka ia memutuskan untuk menolak tawaran sang majikan dan memutuskan untuk berhenti bekerja. Ia ingin menjauh dari keluarga amerika itu dan memulai kehidupan baru, kembali pada jati dirinya sebagai seorang latin.
Sudah bisa ditebak, sang gadis cilik pun memberontak, protes dan berteriak-teriak heboh sambil menangis karena merasa ibunya sendiri justru menghancurkan masa depannya. Dramatis sekali, melihat adegan gadis cilik yang sangat manis itu meneriaki dan membentak ibunya di sepanjang jalan saat mereka baru keluar dari rumah sang majikan amerika. Hebatnya, ibu muda cantik itu diam seribu bahasa dan tak balas membentak. Satu hal yang membuatnya tampak sangat terluka adalah saat putrinya mengatakan sebuah ungkapan khas amerika saat ia hendak mendekati putrinya, yakni, “ Not for now, I need some space”. Tatapan ibu muda itu meradang, seakan tak percaya putri kesayangannya mengucapkan kalimat itu. Ia lantas berkata bahwa bagi mereka, orang meksiko, tak akan pernah ada jarak antara ibu dan anak. Tidak saat mereka bertengkar sekali pun. Lalu dengan suara lirih, sang ibu menanyakan satu hal pada putrinya yang membuat saya benar-benar terharu… yakni, “ apakah satu hal yang sangat kau inginkan dalam hidupmu adalah menjadi seseorang yang sangat berbeda dari aku, ibumu?” . Kalimat itu begitu mengena. Tentu pada akhirnya sang putri pun menyadari bahwa ibunyalah yang benar dan tahu apa yang terbaik baginya.
Mari kita tinggalkan cerita mengharukan di atas, ada dua hal yang ingin saya garis bawahi dari film Spanglish ini. Yakni pertama, rasa nasionalisme yang dimiliki ibu muda meksiko tadi. Begitu kuat bahkan di tengah kesulitan hidup dan lingkungan asing yang sangat berpengaruh. Coba umpamakan jika diri kita berada dalam posisi ibu muda itu. Tak perlu muluk-muluk, sederhana saja… kita kadang kurang bangga dengan bahasa kita sendiri dan begitu mengagungkan bahasa inggris. Dan tanpa sadar, bukan hanya bahasa saja, tapi nilai, budaya, dan pola hidup kita ikut-ikutan berubah.
Hal kedua yang menyita perhatian saya adalah pertanyaan ibu muda tadi pada putrinya. “ apakah satu hal yang sangat kau inginkan dalam hidupmu adalah menjadi seseorang yang sangat berbeda dari aku, ibumu?”. Pertanyaan itu seharusnya datang pada kita semua. Tidakkah pertanyaan itu membuka penglihatan kalian semua? Sebuah penglihatan yang membuka kesadaran yang selama ini atau bahkan mungkin tidak akan pernah kita sadari di waktu mendatang. Kita ( atau mungkin saya saja?) tidak pernah sadar, bahwa disamping kita mengagumi dan menghormati ibu kita, menyanjungnya bak bidadari dan menganggapnya wanita tercantik dan terbaik yang ada di dunia ini, tapi kita sekaligus juga berusaha menggapai sebuah mimpi, keinginan mendasar dalam hidup bahwa kita ingin menjadi seseorang yang sama sekali berbeda dari ibu kita. Seperti gadis cilik meksiko tadi yang begitu ingin mendapat beasiswa karena ingin menjadi orang terpelajar dan bermasa depan cerah, tidak seperti ibunya yang tidak bisa berbahasa inggris dan hanya menjadi pembantu rumah tangga. Lihatlah kita… berjuang mati-matian demi sebuah masa depan dan kondisi yang lebih baik dari kondisi ibu kita. Meski menuntut ilmu adalah sebuah keharusan, namun coba telisik dalam hati kita… adakah kita pernah menginginkan menjadi seperti ibu kita? Ibu kita yang tiap subuh sudah berangkat ke pasar untuk menjual sayur mungkin? Ibu kita yang berjuang keras melawan terik di tengah sawah sana? Ibu kita yang rela jauh-jauh terbang ke luar negeri menjadi “TKW” demi kita? Ibu kita yang bergaji kecil dari hasil mengajar agama di SD desa? Ibu kita yang hanya pandai masalah dapur dan tidak bisa berbahasa inggris? Ibu kita yang tidak pernah kenal ruang presentasi dan setelan jas bermerek kecuali daster lusuh yang selalu dipakainya?
Ah, alih-alih itu semua, kita justru berusaha menjadi begitu berbeda dari wanita yang melahirkan kita. Saya tidak mengatakan itu salah, toh keadaan memang mesti diperbaiki, namun kadang kita menjadi tidak sadar dan tidak peka, bahwa usaha kita untuk memperbaiki keadaan justru telah mengubah diri kita yang sesungguhnya dan seharusnya, memerangkap kita dalam sebuah kebahagiaan semu bernama materi, dan menjauhkan kita dari figur seorang wanita yang seharusnya kita teladani.
Well, kembali ke Spanglish, bagi yang belum nonton… tidak ada alasan untuk tidak menontonnya. Film ini sedikit banyak bisa membuat kita berkaca. Unik, berbobot dan menyentuh, kecuali adegan-adegan “kotor” khas Hollywood yang jika tidak ditampilkan pun tidak akan mengurangi esensi ceritanya ( sebaiknya di-skip, bisa bikin ilfil ), plus tokoh suami sang nyonya yang menurut saya jika tidak diperankan oleh Adam Sandler akan jauh lebih bagus. ^_^

No comments:

Post a Comment