Thursday, April 8, 2010

Have you ever felt how really strong you are?


Pernahkah kalian merasakannya? Betapa tiba-tiba kalian menyadari bahwa ternyata diri kalian tidaklah selemah yang selama ini kalian kira? Bahwa ternyata sebagai seorang perempuan (ataupun laki-laki), kalian mempunyai kekuatan hati yang begitu luar biasa? Jujur saja, akhir-akhir ini saya sedang merasakan perasaan semacam itu. Entah apakah bagi orang lain itu tak ubahnya besar kepala, namun saya benar-benar merasakannya, bahwa ternyata saya ini… seseorang yang mempunyai kekuatan yang luar biasa, bahwa saya bukanlah perempuan lemah dan manja yang selalu tumbang dan patah semangat ketika badai kehidupan datang menerpa. Yah, begitu banyak kejadian yang menggores hati saya terjadi akhir-akhir ini, namun itu semua justru memberi tahu saya bahwa saya adalah seorang perempuan yang kuat.



Kepergian Bapak saya tercinta tentu menjadi tolok ukur pertama. Awalnya saya memang sangat merasa terpukul dan begitu lemah. Saya bahkan sempat khawatir tak akan punya cukup kekuatan dan semangat untuk melanjutkan studi saya, bergelut dengan teori-teori rumit dan berjauhan dengan keluarga tercinta. Namun ternyata, hampir tiga bulan semenjak kepergiannya, kini saya mendapati diri saya sudah kembali sibuk dan bahkan sangat bersemangat dengan tetek bengek teori dan data yang bakal jadi calon skripsi saya kelak. Ternyata Tuhan tidak begitu saja mencabut semangat itu dari saya yang ternyata tak selemah yang saya sendiri kira. Meski masih ada malam-malam yang selalu membuat saya menangis saat teringat Bapak, namun ternyata saya masih kuat berdiri tegak hingga detik ini. Berjuang sekuat tenaga dan optimis menatap masa depan.

Kejadian kedua yang cukup menekan hati dan pikiran saya adalah peristiwa hilangnya laptop saya. Sebuah insiden di siang hari yang cukup meluluh lantakkan hati saya. Pertama, karena laptop itu adalah salah satu benda berharga kenangan Bapak saya. Masih segar dalam ingatan, ketika Bapak memberikan kejutan pada saya berupa laptop impian (Dell Inspiron 1410 red rugby). Kedua di dalam laptop itulah semua data-data penting, materi kuliah, referensi skripsi, dan yang paling saya ingat adalah satu-satunya rekaman video bersama Bapak, semuanya lenyap begitu saja. Kejadian ini awalnya membuat saya merasa begitu lelah dan ingin berhenti. Entah berhenti dari apa. Saya merasa betapa tidak adilnya Tuhan saat itu, saya baru kehilangan ayah tercinta, kini saya mesti menambah beban baru pada keluarga, khususnya Ibu saya. 

Namun setelah saya pulang dan mengadukan musibah itu pada ibu, wanita yang sangat saya sayangi itu sama sekali tak bereaksi keras. Ia justru menenangkan saya dengan meyakinkan bahwa jangankan sebuah laptop, segala sesuatu yang kita punya bahkan nyawa dan tubuh kita ini hanyalah titipan dari Allah, Dia-lah sang pemilik sesungguhnya. Dan ketika semua itu diambil dari kita entah dengan cara apa, kita hanya harus merelakan dan meng-ikhlaskannya. Akhirnya saya pun mengikuti kata-kata bijaknya. Saya berusaha ikhlas meski betapa beban tugas kuliah terasa bertambah berat ketika tak ada fasilitas yang mendukung. Dan ajaib, lama-lama saya merasa baik-baik saja meski tak memiliki laptop. Dan seperti kata ibu saya, ketika kita bisa ikhlas dan yakin akan mendapat ganti yang lebih bermanfaat dari yang Kuasa, maka segalanya akan menjadi mudah. Alhamdulillah saat ini sudah ada laptop baru yang menemani saya dengan bejibun tugas kulah. Tentu bukan melalui cerita singkat bak putri milyuner yang bisa mendapatkan apapun hanya dengan rengekan, ada sedikit pengorbanan dan kisah yang menggetarkan hati untuk bias mendapatkannya. 

Dan setelah saya pikir-pikir, dari mana datangnya kekuatan itu? Sebuah rasa bernama ketegaran yang membuat saya merasa segalanya akan baik-baik saja meski digadang bermacam badai. Jawabnya, kehilangan itulah yang menguatkan saya. Kau tak akan tahu seberapa kuatkah dirimu sampai badai dan topan menyerangmu. Kira-kira begitulah perumpamaannya. Dan sekarang, saya berhasil mengetahui seberapa kuat diri saya. Disamping itu, tentu ada Dia yang memberi kekuatan pada saya, yang selalu menjaga hamba-hambanya. Dan terkahir, tentu ibu saya. Betapa saya juga baru menyadari, ibu saya yang tamatan sekolah dasar itu ternyata adalah seorang yang luar biasa kuat sekaligus menguatkan. Ia tak pernah belajar apa itu feminist theory ataupun women empowerment, namun dengan nyata ia mengajari saya bagaimana caranya menjadi seorang perempuan yang kuat. Saya kadang masih tidak percaya bahwa kini ibu saya yang hebat itu menanggung biaya hidup dan pendidikan dua putrinya (saya dan saudara kembar saya) seorang diri, tanpa didampingi seoran lelaki. Ah ibu, saya jadi rindu dan tak kuasa menahan air mata…

Begitulah, sekelumit curahan hati. Mungkin bukan sebuah tulisan berbobot atau catatan yang bermakna, namun setidaknya saya ingin memberikan penghargaan pada ibu yang telah menguatkan saya, dan tentu untuk berterima kasih pada Tuhan yang telah memberi saya kekuatan melalui satu dua peristiwa.

No comments:

Post a Comment