Jika perempuan-perempuan Indonesia adalah Helvy Tiana Rosa, mungkin tak akan ada lagi cerita pilu tentang seorang ibu rumah tangga yang dianiaya keji oleh suaminya. Jika perempuan-perempuan Indonesia adalah Helvy Tiana Rosa, mungkin tak akan ada lagi kisah tragis TKW kita yang mati di luar negeri. Jika perempuan-perempuan Indonesia adalah Helvy Tiana Rosa, mungkin tak akan ada lagi perempuan-perempuan lemah nan bodoh yang menghuni negeri ini.
Pernahkah terbayang di benak kawan sekalian, apa jadinya bila perempuan-perempuan Indonesia adalah Helvy Tiana Rosa? Andaikan hanya ada sepuluh saja perempuan negeri ini menjadi duplikat Helvy Tiana Rosa, kuyakin mereka akan membawa perubahan berarti untuk kondisi kaum perempuan di Negara ini.
Karena jika perempuan-perempuan Indonesia adalah Helvy Tiana Rosa,maka mereka akan lebih memilih menulis di setiap waktu senggangnya, dibanding menonton gosip dan sinetron stripping sambil merumpikan tetangga. Karena jika perempuan-perempuan Indonesia adalah Helvy Tiana Rosa, maka mereka akan dengan bijak membimbing dan menanamkan kebiasaan membaca dan menulis pada putra putrinya ketimbang membiarkan mereka berjam-jam bermain video game atau facebook. Karena jika perempuan-perempuan Indonesia adalah Helvy Tiana Rosa, maka ketidakadilan terhadap perempuan di negeri ini akan semakin terkikis seiring semangat mereka menyuarakan semangat kesetaraan gender melalui ramuan cerita yang apik dan menyentuh.
Mungkin terlalu muluk dan seperti mengagungkan seorang Helvy Tiana Rosa. Toh ia juga perempuan biasa. Apa istimewanya ia dibanding Bik Iyem yang juga ibarat pahlawan karena selalu membantu meringankan pekerjaan rumah selama dua puluh empat jam penuh? Apa istimewanya ia dibanding ibu guru yang bahkan menyandang gelar pahlawan tanpa tanda jasa karena telah berjuang mencerdaskan anak bangsa? Apa istimewanya ia dibanding para politisi perempuan yang menjadi wakil rakyat di gedung DPR sana? Apa istimewanya ia dibanding perempuan-perempuan Indonesia lainnya? Kau ingin tahu jawabnya kawan? Izinkan aku memberi tahu, bahwa yang membuatnya menjadi sosok yang istimewa dan begitu berbeda dari perempuan kebanyakan adalah: karena ia menulis.
Ya, tak banyak perempuan Indonesia yang menulis. Dalam tatanan budaya Indonesia yang bisa dikatakan masih sangat patriarkis, banyak perempuan menganggap bahwa tugas pokok mereka hanyalah mengurus keperluan rumah tangga dan patuh pada suami serta membesarkan anak-anak. Tak banyak dari kita (perempuan Indonesia) yang berpikir bahwa kita seharusnya juga melakukan sesuatu untuk memajukan dunia, atau setidaknya kehidupan di sekitar kita. Menulis adalah salah satu cara untuk menyuarakan pikiran kita pada dunia. Dan Helvy, adalah satu dari sekian juta perempuan Indonesia yang mempunyai kesadaran untuk melakukannya.
Kiprah dan sepak terjang Helvy sebagai seorang penulis tak perlu diragukan lagi. Puluhan buku telah lahir dari rahim kepenulisannya yang begitu piawai. Pun, kontribusinya untuk generasi muda Indonesia bisa kita lihat dari suburnya kemajuan Forum Lingkar Pena, sebuah forum kepenulisan yang telah menginspirasi banyak kaum muda untuk mencoba menulis. Helvy-lah sang penggagas lahirnya forum tersebut. Tak heran bila ia dijuluki sebagai “lokomotif penulis muda Indonesia”. Dan jangan tanya, berapa banyak penghargaan nasional maupun internasional yang telah ia raih. Ia bahkan dinobatkan sebagai salah satu dari 500 Muslim paling berpengaruh di dunia oleh The Royal Islamic Strategic Studies Centre.
Dan kau tahu kawan? Semua itu bisa ia raih dengan cara menulis! Menulis mungkin pekerjaan remeh temeh bagi banyak orang. Namun seorang Helvy Tiana Rosa telah menunjukkan pada kita bahwa dengan menulis, ia bisa mengubah dunia. Andai ia tak menulis, mungkin Forum Lingkar Pena tak akan pernah ada, dan puluhan penulis muda yang kini meramaikan khasanah kesusastraan kita tak akan pernah lahir. Mungkin kau akan mencibirku, kenapa aku lebih mengistimewakan Helvy ketimbang penulis perempuan Indonesia lainnya? Toh ada yang lebih ngetop, lebih keren, karyanya lebih best-seller. Percayalah kawan… aku punya alasannya.
Sadarkah kau kawan, bahwa diantara sekian banyak penulis perempuan Indonesia, tak banyak yang menulis tentang perempuan. Penulis muda kita lebih gemar menulis kisah-kisah cinta kacangan yang terkadang justru memarjinalkan perempuan sebagai sosok yang lemah, tunduk, dan irasional. Kalau pun ada, penulis sekelas Ayu Utami atau Djenar Mahesa Ayu pun lebih suka mengangkat kisah perempuan dengan bumbu seks. Bagiku, Helvy adalah satu-satunya penulis perempuan yang concern pada masalah perempuan yang sesungguhnya. Bukavu adalah salah satu karya terbaiknya yang memotret bagaimana perjuangan para perempuan tangguh di daerah konflik seperti Ambon, Aceh, bahkan Afrika. Helvy tak perlu menggunakan bahasa atau simbolisme yang terkesan vulgar untuk menunjukkan semangat kesetaraan gender. Dan meski lekat dengan nuansa Islam, tulisan Helvy tidak terkesan menggurui. Cerita yang ia ramu tak membuat kita jemu karena merasa diceramahi, namun justru membuat kita berpikir dan akhirnya menemukan apa saja yang mungkin selama ini tidak pernah kita sadari.
Maka seandainya perempuan-perempuan di negeri ini meniru apa yang telah dilakukan Helvy, mungkin Indonesia akan menjadi negara dengan 1001 penulis perempuan yang cerdas dan kontributif. Mungkin Indonesia akan menjadi Negara pertama yang secara nyata mempraktikkan kesetaraan gender. Mungkin Indonesia akan menjadi Negara demokrasi yang kaum perempuannya tangguh, aktif, dan tidak termarjinalkan. Dan sungguh mungkin Indonesia akan melhairkan jutaan generasi penerus yang brilian, karena sebagaimana tahu, di tangan perempuan lah karakter dan kepribadian seorang anak terbentuk.
Itulah kawan, sekelumit imajinasi indah yang terinspirasi dari seorang Helvy Tiana Rosa. Seorang perempuan yang ibarat ‘kanon’, yang telah mengajariku untuk tidak sekedar menulis, namun juga menggerakkanku untuk bersuara tentang bagaimana perempuan seharusnya. Yang meyakinkanku bahwa menulis tidak melulu soal karya best-seller atau pun uang, namun lebih dari itu, menulis adalah sebuah jendela yang bisa membukakan mata seluruh dunia yang pada mulanya masih tertutup. Yang menunjukkanku tidak hanya tentang bagaimana menulis yang islami tanpa kehilangan estetika, namun juga bagaimana perempuan muslim juga bisa menjadi seorang legenda.
Dan andaikata ada sepuluh perempuan Indonesia adalah Helvy Tiana Rosa, kupastikan bahwa aku akan menjadi salah satunya.
Pernahkah terbayang di benak kawan sekalian, apa jadinya bila perempuan-perempuan Indonesia adalah Helvy Tiana Rosa? Andaikan hanya ada sepuluh saja perempuan negeri ini menjadi duplikat Helvy Tiana Rosa, kuyakin mereka akan membawa perubahan berarti untuk kondisi kaum perempuan di Negara ini.
Karena jika perempuan-perempuan Indonesia adalah Helvy Tiana Rosa,maka mereka akan lebih memilih menulis di setiap waktu senggangnya, dibanding menonton gosip dan sinetron stripping sambil merumpikan tetangga. Karena jika perempuan-perempuan Indonesia adalah Helvy Tiana Rosa, maka mereka akan dengan bijak membimbing dan menanamkan kebiasaan membaca dan menulis pada putra putrinya ketimbang membiarkan mereka berjam-jam bermain video game atau facebook. Karena jika perempuan-perempuan Indonesia adalah Helvy Tiana Rosa, maka ketidakadilan terhadap perempuan di negeri ini akan semakin terkikis seiring semangat mereka menyuarakan semangat kesetaraan gender melalui ramuan cerita yang apik dan menyentuh.
Mungkin terlalu muluk dan seperti mengagungkan seorang Helvy Tiana Rosa. Toh ia juga perempuan biasa. Apa istimewanya ia dibanding Bik Iyem yang juga ibarat pahlawan karena selalu membantu meringankan pekerjaan rumah selama dua puluh empat jam penuh? Apa istimewanya ia dibanding ibu guru yang bahkan menyandang gelar pahlawan tanpa tanda jasa karena telah berjuang mencerdaskan anak bangsa? Apa istimewanya ia dibanding para politisi perempuan yang menjadi wakil rakyat di gedung DPR sana? Apa istimewanya ia dibanding perempuan-perempuan Indonesia lainnya? Kau ingin tahu jawabnya kawan? Izinkan aku memberi tahu, bahwa yang membuatnya menjadi sosok yang istimewa dan begitu berbeda dari perempuan kebanyakan adalah: karena ia menulis.
Ya, tak banyak perempuan Indonesia yang menulis. Dalam tatanan budaya Indonesia yang bisa dikatakan masih sangat patriarkis, banyak perempuan menganggap bahwa tugas pokok mereka hanyalah mengurus keperluan rumah tangga dan patuh pada suami serta membesarkan anak-anak. Tak banyak dari kita (perempuan Indonesia) yang berpikir bahwa kita seharusnya juga melakukan sesuatu untuk memajukan dunia, atau setidaknya kehidupan di sekitar kita. Menulis adalah salah satu cara untuk menyuarakan pikiran kita pada dunia. Dan Helvy, adalah satu dari sekian juta perempuan Indonesia yang mempunyai kesadaran untuk melakukannya.
Kiprah dan sepak terjang Helvy sebagai seorang penulis tak perlu diragukan lagi. Puluhan buku telah lahir dari rahim kepenulisannya yang begitu piawai. Pun, kontribusinya untuk generasi muda Indonesia bisa kita lihat dari suburnya kemajuan Forum Lingkar Pena, sebuah forum kepenulisan yang telah menginspirasi banyak kaum muda untuk mencoba menulis. Helvy-lah sang penggagas lahirnya forum tersebut. Tak heran bila ia dijuluki sebagai “lokomotif penulis muda Indonesia”. Dan jangan tanya, berapa banyak penghargaan nasional maupun internasional yang telah ia raih. Ia bahkan dinobatkan sebagai salah satu dari 500 Muslim paling berpengaruh di dunia oleh The Royal Islamic Strategic Studies Centre.
Dan kau tahu kawan? Semua itu bisa ia raih dengan cara menulis! Menulis mungkin pekerjaan remeh temeh bagi banyak orang. Namun seorang Helvy Tiana Rosa telah menunjukkan pada kita bahwa dengan menulis, ia bisa mengubah dunia. Andai ia tak menulis, mungkin Forum Lingkar Pena tak akan pernah ada, dan puluhan penulis muda yang kini meramaikan khasanah kesusastraan kita tak akan pernah lahir. Mungkin kau akan mencibirku, kenapa aku lebih mengistimewakan Helvy ketimbang penulis perempuan Indonesia lainnya? Toh ada yang lebih ngetop, lebih keren, karyanya lebih best-seller. Percayalah kawan… aku punya alasannya.
Sadarkah kau kawan, bahwa diantara sekian banyak penulis perempuan Indonesia, tak banyak yang menulis tentang perempuan. Penulis muda kita lebih gemar menulis kisah-kisah cinta kacangan yang terkadang justru memarjinalkan perempuan sebagai sosok yang lemah, tunduk, dan irasional. Kalau pun ada, penulis sekelas Ayu Utami atau Djenar Mahesa Ayu pun lebih suka mengangkat kisah perempuan dengan bumbu seks. Bagiku, Helvy adalah satu-satunya penulis perempuan yang concern pada masalah perempuan yang sesungguhnya. Bukavu adalah salah satu karya terbaiknya yang memotret bagaimana perjuangan para perempuan tangguh di daerah konflik seperti Ambon, Aceh, bahkan Afrika. Helvy tak perlu menggunakan bahasa atau simbolisme yang terkesan vulgar untuk menunjukkan semangat kesetaraan gender. Dan meski lekat dengan nuansa Islam, tulisan Helvy tidak terkesan menggurui. Cerita yang ia ramu tak membuat kita jemu karena merasa diceramahi, namun justru membuat kita berpikir dan akhirnya menemukan apa saja yang mungkin selama ini tidak pernah kita sadari.
Maka seandainya perempuan-perempuan di negeri ini meniru apa yang telah dilakukan Helvy, mungkin Indonesia akan menjadi negara dengan 1001 penulis perempuan yang cerdas dan kontributif. Mungkin Indonesia akan menjadi Negara pertama yang secara nyata mempraktikkan kesetaraan gender. Mungkin Indonesia akan menjadi Negara demokrasi yang kaum perempuannya tangguh, aktif, dan tidak termarjinalkan. Dan sungguh mungkin Indonesia akan melhairkan jutaan generasi penerus yang brilian, karena sebagaimana tahu, di tangan perempuan lah karakter dan kepribadian seorang anak terbentuk.
Itulah kawan, sekelumit imajinasi indah yang terinspirasi dari seorang Helvy Tiana Rosa. Seorang perempuan yang ibarat ‘kanon’, yang telah mengajariku untuk tidak sekedar menulis, namun juga menggerakkanku untuk bersuara tentang bagaimana perempuan seharusnya. Yang meyakinkanku bahwa menulis tidak melulu soal karya best-seller atau pun uang, namun lebih dari itu, menulis adalah sebuah jendela yang bisa membukakan mata seluruh dunia yang pada mulanya masih tertutup. Yang menunjukkanku tidak hanya tentang bagaimana menulis yang islami tanpa kehilangan estetika, namun juga bagaimana perempuan muslim juga bisa menjadi seorang legenda.
Dan andaikata ada sepuluh perempuan Indonesia adalah Helvy Tiana Rosa, kupastikan bahwa aku akan menjadi salah satunya.
No comments:
Post a Comment