Sunday, May 2, 2010

Mengapa Saya Masih Menulis?

Kali ini tentang kisah panjang saya mengenai “menulis”. Ya, menulis sudah seperti nafas kedua bagi saya. Entah sejak kapan saya menemukan ‘menulis’ menjadi passion dalam hidup saya. Kadang saya bingung, saat teman saya bertanya “kenapa suka nulis?”. Lebih bingung lagi ketika teman-teman saya mulai melabeli saya dengan julukan “asna yang suka nulis” atau “obit yang jago nulis”. Secara… selama saya hidup di dunia ini, baru satu kali tulisan saya berhasil dimuat di media (Majalah Kawanku) saudara-saudara! Jadi gimana bisa disebut jago nulis?


Jika mengingat sejarah asal muasal saya berkenalan dengan dunia menulis, mungkin Majalah Bobo lah yang mengenalkan saya pada tulis menulis. Saya suka sekali membaca cerpen-cerpen dan dongeng Bobo. Hingga saat saya kelas 6 SD, saya berkeinginan untuk menulis cerpen karena pada saat itu tengah diadakan lomba cerpen Bobo. Judul cerita yang saya buat pertama kali saat itu adalah “3 Jin”. Hasil dari lomba itu tentu bisa ditebak, saya kalah. Hehe…

Namun tentu saja, saya tidak pernah berhenti menulis. Bukan karena saya orang yang gigih atau apa, tapi saya cenderung tidak tahu malu! Bagiamana tidak, selama saya duduk di bangku SMP, berpuluh-puluh cerpen kacangan nan norak saya kirim ke berbagai majalah remaja seperti Aneka Yess!, Kawanku, dan Gadis. Kesemuanya: Ditolak!!! Tentu saja!
Putus asa? No! Sudah dibilang saya ini bermuka tebal dan tidak tahu malu! Meski berkali-kali naskah saya dikembalikan, kadang saya edit sana sini lalu saya kirim lagi ke majalah lain, dan hasilnya? Haha, betul sodara-sodara: Ditolak!!! Lagi, lagi, dan lagi!
Ingin tahu kenapa? Karena setelah saya baca lagi, ternyata cerpen-cerpen saya itu sangat teramat monoton! Ya. Sama sekali tidak unik, jalan ceritanya biasa-biasa saja, dan bisa dibilang gaya penceritaanya kacau balau. Mungkin begitu membaca kalimat pertama, para editor majalah itu langsung mulas hingga buru-buru mengirim balik naskah saya atau malah tragisnya, memasukkan ke keranjang sampah. Hehe…
Begitulah, awal perjalanan saya. Agak-agak konyol dan menyedihkan. Namun Tuhan itu baik hati teman…, Ketika saya kelas satu SMA, salah satu cerpen saya masuk nominasi Lomba cerpen Rumah Prestasi Yasmin. Saya girang bukan main saat akhirnya cerpen saya menjadi juara harapan satu. Yah, lumayan jadi obat kekecewaan saya selama ini. Padahal kalau saya baca ulang sekarang, cerpen saya itu jauuuuh sekali dari kata ‘bagus’. Entah apa yang membuat Juri memilihnya. Mungkin hanya karena Kebesaran Tuhan semata.
Setelah itu, saya kembali ke dunia hitam putih saya. Nulis-ngirim-ditolak, nulis-ngirim-ditolak. Begitu terus, hingga saat semester awal memasuki bangku kuliah, cerpen saya kembali masuk nominasi. Kali ini Lomba Cerpen Trade-Fair yang diadakan oleh Majalah Kawanku. Girang? Tentu saja. Meski akhirnya saya hanya masuk 10 Besar dengan urutan paling buncit, tapi saya tetap bahagia dunia akhirat karena bisa mengalahkan ribuan peserta lain yang tentu juga ingin mendapatkan posisi saya. Haaaah, saya masih bisa merasakan, bagaimana girangnya saya waktu itu… Cerpen saya yang berjudul Kisah Sebutir Biji Kopi Yang Terbang ke Amerika itu akhirnya berhasil nangkring di halaman majalah Kawanku.

Dan rupanya, itulah terakhir kalinya tulisan saya diterima editor. Setidaknya hingga saat ini. Karena setelahnya, hingga detik ini belum ada lagi tulisan saya yang lolos selesksi editor atau juri lomba. Berkali-kali kirim cerpen ke berbagai majalah, tak ada kabar sama sekali. Bermacam-macam lomba pun saya ikuti. Namun hasilnya masih tetap nihil. Salah satu lomba yang selalu saya ikuti adalah LMCR Lip-Ice Golden Award. Sudah dua kali saya mencoba, namun hasil tetap sama. Cerpen saya belum diakui oleh dunia, kawan! Hiks, hiks, tenang… saya tidak apa-apa kok, yang ada koleksi lip-ice saya selalu bertambah tiap tahun. Hehehe…
Kadang saya heran, apa yang membuat saya selalu kalah? Bahkan juara hiburan pun tak dapat. Payah sekali! Sugesti diri? Ah… nggak juga. Toh saya selalu positive feeling, bahkan pernah suatu kali saya merasa begitu optimis. Lalu apa? Tulisan saya yang terlampau jelek? Ah, ngaco! Meski tak sempurna, tapi saya kan selalu berproses, tulisan saya tak melulu seperti itu. Tentu ada kemajuan, hehe. Kalau sudah begini, saya hanya bisa menggumam… Hmmm, mungkin belum jatah saya saja, atau… mungkin harus lebih rajin nulis lagi biar bisa lebih baik.
Yah, meski saya bukan penulis andal yang sudah menerbitkan novel misalnya… tapi sungguh, saya benar-benar suka menulis. Meski tulisan saya jelek dan membosankan, dan tak peduli berapa puluh kali saya kalah dan ditolak juri dan editor, saya benar-benar sudah jatuh hati dan tak bisa lepas dari menulis. I do like writing! Hmmm, tapi kenapa ya? Lagi-lagi kembali ke pertanyaan itu. Wah, saya jadi pusing sendiri…
Mungkin sudah takdirnya kali ya? Mungkin saat mencipatakan saya, Tuhan sudah menuliskan di Lauhul Mahfudz sana kalau yang namanya Robotitul Asna itu suka nulis dan akan jadi penulis sejati. Amin, hehe…
Baru-baru ini saya mengikuti lomba menulis Esai Tentang HTR, dan hasilnya baru saja diumumkan. Saya… tentu saja kalah sodara-sodara! Hehe… tapi tenang saja, begitu tahu saya tidak masuk nominasi, kalian tahu apa yang saya lakukan? Saya langsung googling mencari info lomba nulis terbaru yang bisa saya ikuti. Ya, mengikuti lomba nulis sudah menjadi pelecut semangat hidup saya, tanpa peduli bagaimana hasilnya. Dan tahu nggak? Ada LMCR Lip-Ice Golden Award lagi! Hahahaha… akankah saya ikut lagi tahun ini? Mengingat dua tahun berturut-turut saya gagal meraihnya? Hmmm… sepertinya begitu. Mengingat ketidak tahu maluan saya dan kecintaan saya setengah mati pada menulis. So, sepertinya koleksi lip-ice saya bakal bertambah banyak nih… Ada yang mau? Hehe…

Hidup Menulis!
Robita Asna

No comments:

Post a Comment