Tuesday, March 22, 2011

Onthel Nyerbu DPR

ONTHEL NYERBU DPR
Ontel Goes To Wakil Rakyat
 
Jakarta - virus bersepeda kini telah mewabah dimana-mana, mulai dari pelosok kampung sampai ke jantung pusat ibukota. Hari Kamis 6 Mei 2010 kemarin, saat matahari mulai beranjak naik di kota Jakarta, saat aktivitas denyut nadi kesibukan jakarta mulai terasa, saat jalan2 ibukota mulai dipenuhi sesaknya kendaraan bermesin. kawan-kawan B2W Indonesia, KOBA, dan beberapa perwakilan sepeda di jakarta berkumpul di kantor Menteri Pemuda dan Olahraga dengan agenda "Bersepeda bersama anggota DPD & DPR" ratusan penyepedah sudah menyemut di halaman kantor menpora menunggu kedatangan menterinya Bpk. Andi Malarangeng yang juga turut mengawal menuju senayan. KOBA menurunkan hampir separuh dari jumlah peserta, tentunya dengan dandanan sederhana ala betawi.
 
Acara yang dimulai start jam 08.00 dari Menpora menuju senayan dengan melewati jalur protokol Jl. Gatot Subroto dan memutar kearah palmerah untuk kemudian masuk langsung ke Gedung Wakil Rakyat MPR-DPR. inilah pertama kali dalam benak para peserta saat itu bersepeda di kawasan yang selalu bertembok tinggi nan kokoh dan berjeruji kawat baja, maklum antisipasi demontrasi yang selalu ada di Jakarta.
 
Rombongan penyepedah diterima oleh Ketua DPD Irman Gusman dan AM Fatwa, yang kemudian ternyata ini merupakan program DPD bekerja sama dengan Latofi dalam launching Indonesia Green Awards 2010. dan pagi itu para peserta diajak keliling halaman gedung DPR yang ternyata sangat luas, hijau, penuh pohon rindang, suasana yang sejuk, dibeberapa sudut fasilitas berupa Lap. Voli, basket, futsal, bulu tangkis, ruang fitness tertata sangat rapih di bawah rimbunnya pohon-pohon, disudut yang lain terlihat anggota kepolisian yang bertugas jaga sedang santai-santai pagi, sudut yang lain ada apel pagi bagi keamanan gedung, padahal jam sudah menunjukkan pkl. 09.00 pagi, ternyata suasana masih lenggang.
 
kemudian jamuan makan pagi dengan menu bubur ayam dan bubur kacang hijau tersaji sangat bersahabat, sambil menikmati makan pagi para peserta berbaur dengan beberapa anggota DPD dan juga para staff khususnya. semakin siang ternyata para peserta diajak untuk mengunjungi ruang Nusantara IV dan mengikuti diskusi tentang "Indonesia Green Awards 2010" bersama moderator anggota DPR dedi "miing" gumelar dan pembicara Om Toto ketua B2W indonesia, Bupati Wakatobi, Staff Ahli Gubernur Kaltim, Direkur Utama Aqua & staff khusus kepresidenan bidang lingkungan, inti dari diskusi gak tau. maklum banyak yang tidur dan terkesan membosankan, ditambah ruangan Nusantara IV atau sering disebut Gedung Hijau karna karpetnya hijau dan sering difungsikan sebagai tempat sertijab/pelantikan anggota Fraksi. ruangan ini sangat Adem full sejuuk.
 
Terakhir... Makan siang bersama dengan menu standar Pejabat Wakil Rakyat dan maaf kami sensor untuk menunya.. karna terlalu Maknyuuss...
 
Salam Sepeda
Fahmi SekjenImages: cycluide.JPG

Mas Paidi naik sepeda

Mas Paidi..bersepeda dengan satu kaki
Walau hanya dengan satu kakinya Mas Paidi tetap bersepeda untuk beraktivitas.
-
Potret kehidupan pria bernama Paidi suprapto kelahiran desa Karang Agung Surabaya ini mencuri pandangan saya saat jalan-jalan seputaran kota Padang. Pemandangan yang sepintas biasa namun ada yang janggal terlihat, bapak satu anak ini begitu cekatan mengendarai sepeda dengan segala keterbatasannya, saya sengaja berada di posisi belakangnya dan memperlambat laju kendaraan dengan tongkat disandang di tangan kanan begitu santai dan stabil dia mengayuh sepeda type sport ini.
Sampai akhirnya dia berhenti di sebuah kedai kaki lima di pinggir jembatan banjir kanal pusat kota padang ini, secara spontan pun saya ikut berhenti di kedai di atas becak barang itu, tak lama setelah sepeda di parkirkan barulah saya yakinkan bahwa dia seorang pria yang memiliki 1 kaki. tanpa dikomando saya lansung memperkenalkan diri dan dengan ramah mas paidi membalas jabatanan tangan saya.
Pembicaraan ringan sore itu membawa dia menerawang masa lalu, kejadian 14 tahun silam disaat ia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama kelas 2, dengan aksen jawa trans yang becampur bahasa padang sangat jelas kentara, dia mengalami kecelakaan tuturnya yang membuat kaki sebelah kanannya cacat, kejadian itu awalnya hanya menyisakan luka pada lutut yang cukup parah, luka yang sempat dia obati ke Rumah Sakit mengalami pembusukan, karena di saat yang berbarengan tak berselang lama Ibu tercinta meninggal dunia. Kaki yang membutuhkan perawatan yang berkala ini menjadi tidak terawat lagi, luka yang diderita menjadi semakin parah dan tiada jalan lain haruslah di amputasi, mulai saat itulah dia beraktifitas dengan 1 kaki.  Paidi muda memberanikan diri merantau ke kota Padang, awal mula di kota Bingkuang ini Paidi di ajak bekerja di bengkel sepeda miliki temannya, mulai dari membantu-bantu sampai ia mengerti sedikit bagaimana memperbaiki sepeda, tak mungkin rasanya terus di bengkel dan merasa mampu untuk mencoba pekerjaan baru dia mencoba melamar untuk bekerja di salah satu rumah makan Padang sebagai tenaga dapur, apapun dia lakukan asal bisa untuk makan dan melanjutkan hidup. Disanalah awal mulanya Paidi menemukan jodoh wanita asal Pariaman ini dan telah memberinya seorang anak laki-laki berumur 8 bulan, tadinya anak saya yang pertama perempuan tuturnya tetapi meninggal dunia waktu masih 1 tahunan.
Semenjak Gempa yang melanda Padang 30 september 2009 kemaren dia tidak memiliki pekerjaan lagi dikarnakan Rumah makan tempat dia mencari nafkah runtuh karena gempa, berkat kegigihannya ia kembali melanjutkan hidup menjadi tenaga kebersihan di salah satu sekolah negeri dan membuka kedai rokok dan minuman yang di kelola istri tercinta tepatnya di tepi banjir kanal kawasan GOR H Agussalim ini.
Satu prinsip hidup yang beliau berikan yang menjadi pelajaran berharga bagi penulis dimana ‘Selagi kita bisa berusaha dan bekerja kenapa harus menjadi peminta-minta”  tetap semangat Mas uda Paidi..

sumber : Sepeda Unto Padang

Apa Salahnya Jadi Mahasiswa Sastra?





Di depan fakultas tercinta ^_^

Apa salahnya jadi mahasiswa sastra? 
Pertanyaan itu seringkali muncul di benak saya. Eh, tunggu dulu deh... memangnya ada yang salah ya sampai-sampai pertanyaan itu muncul dan cukup menghantui perasaan saya? Hmm, ada banyak alasan tentunya. Pertama, kalau kalian bertemu seseorang, lalu tau kalau orang itu kuliah di jurusan sastra, apa yang muncul di benak kalian untuk pertama kalinya?
·         “Wow! Cool ! Pasti nih orang luas banget pengetahuannya! Ck ck ck...”
·         “Wuah! Keren deh... aku juga pingin ambil jurusan sastra ah kalo kuliah nanti!”
·         “Hmmm, sastra ya? Pantesan orangnya nyante gitu. Kuliahnya gampang sih! Ga pernah masuk juga bisa lulus kok!”
·         “Oooooh, sastra ya? Kirain apa... aduh, nggak usah belagak gaya deh...”
·         “Aduuuh, sastra? Apa sih menariknya belajar bahasa gitu? Point-nya apa gitu looooh?”
Hmmm, jujur deh... jawaban mana yang mewakili perasaan kalian? Saya berani bertaruh pasti tiga jawaban terakhir adalah yang mendominasi benak orang-orang pada umumnya dalam memandang mahasiswa jurusan sastra. Ya walau mungkin nggak seektrim itu, tapi minimal general opinion-nya sama. Ngaku deh!

Saya tidak akan menyalahkan orang yang masih berpandangan (sempit) bahwa jurusan sastra adalah bidang ilmu yang tidak bergengsi, tidak aplikatif, tidak berguna, terlalu remeh dan mudah, and so on. Sebagai mahasiswa jurusan sastra (baca: open minded) saya maklum adanya kalau kebanyakan orang di sekitar saya masih berpandangan seperti itu. Saya mengerti, dengan latar budaya dan ekonomi seperti di Indonesia, wajar kalau orang masih belum bisa menghargai apa itu sastra. Taraf hidup dan kesejahteraan orang Indonesia yang masih berada di level menengah ke bawah membuat mereka lebih menghargai bidang ilmu yang terlihat lebih aplikatif dan yang manfaatnya bisa dirasakan nyata untuk semua kalangan, seperti ilmu kedokteran misalnya.  
Tapi kadang saya benar-benar tak habis pikir ketika masih banyak teman mahasiswa yang seharusnya berpikiran luas dan jauh ke depan, tapi masih menunjukkan sikap yang konservatif. Mungkin dulu saya juga termasuk orang-orang berpandangan sempit itu. Ketika awal masuk kuliah dulu, saya memilih jurusan Sastra juga karena terpaksa (akhirnya terbongkar juga kedok saya ^^). Karena saya mengikuti tes masuk PT melalui jalur beasiswa depag, saya hanya bisa memilih antara jurusan sastra dan psikologi. Karena sudah banyak teman yang memilih psikologi, saya melihat peluang sastra lebih aman. Meski agak ragu, akhirnya saya memilih sastra setelah diyakinkan oleh guru saya. Dan Alhamdulillah, prediksi saya tepat. Saya akhirnya lolos mendapatkan beasiswa Depag untuk kuliah di jurusan sastra (baca: sastra inggris).
Belum masuk ke dunia perkuliahan, saya sudah menemui beberapa rintangan yang tidak mengenakkan. Salah satunya ketika salah seorang kerabat saya mengetahui kalau saya diterima di jurusan sastra inggris, dia justru berkomentar “Kenapa nggak coba lewat SPMB aja lagi? biar bisa masuk ekonomi. Atau paling nggak fisip lah. Lebih mending...”. Aduuuh, sumpah! Hati saya mencelos mendengar perkataan bernada enteng itu. Saya tahu, mungkin bukan maksud dia menyakiti hati saya. Namun jujur, kata-kata seperti itu keluar dari mulut seseorang yang berpendidikan agak kurang masuk akal menurut saya.
Dan semua itu berlanjut hingga kini, ketika saya sudah berada di penghujung tahun perkuliahan. Sempat beberapa kali mendengar selintingan tak mengenakkan bagaimana orang lain (baca: mahasiswa jurusan lain) menganggap tugas kami (mahasiswa sastra) itu jauh lebih mudah dan enteng dibanding mahasiswa jurusan lain. Tugasnya lebih sedikit dan ringan, lebih banyak waktu luang, tak perlu repot-repot praktikum atau penelitian lapangan, cukup baca buku doang bisa dapat IPK cumlaude. Enak bener ya kuliah sastra? Mungkin begitu pikir mereka. Atau mungkin ada juga yang berpikir, aduh... boring banget kayaknya jadi mahasiswa sastra! -_-“
Pernah suatu kali saat saya mengikuti sesi wawancara student exchange, saya berkenalan dengan seorang mahasiswa jurusan psikologi. Setelah berkenalan basa-basi, dia bertanya jurusan apa yang saya ambil. Ketika saya menjawab “sastra inggris”, dengan muka innocent-nya dia bertanya lagi, “Apa menariknya sih kuliah sastra inggris? Cuma belajar grammar gitu doang kan? Apa point-nya?”. Mungkin kalau pertanyaan itu datang dari orang awam yang tidak pernah merasakan bangku kuliah, saya bisa memaklumi. Tapi kali ini seorang mahasiswa yang mengucapkannya, jurusan psikologi pula! Saat itu saya tidak menjawab apa-apa kecuali tersenyum getir, yang ada di kepala saya hanya “Saya juga ngga ngerti kamu kuliah di psikologi, kalau cara berbicara yang sopan dan menghargai hati orang lain saja kamu sama sekali nggak becus!”
Well, sebenarnya masih banyak kejadian-kejadian menohok hati yang saya alami, di kampus, di jalan, di bus, bahkan pernah saat saya berada di travel saya ditakdirkan menghadapi ibu-ibu yang super duper konservatif. Ibu itu menanyai saya mengambil jurusan apa (seperti biasa), ketika saya mengaku ambil jurusan sastra, tanpa saya minta dan dengan bangganya ibu itu menceritakan dengan detail bagaimana hebatnya anaknya yang berhasil lolos kedokteran Unair. “jaman sekarang ya mbak, emang kalau nggak benar-benar yang pinter, susah masuk kedokteran. Tapi ya memang kedokteran itu yang paling banyak diminati, soalnya paling bergengsi dan menjanjikan” begitu ceramah ibu itu. Saat itu seperti biasa saya hanya bisa tersenyum (dalam hati ingin memaki).
Yang paling tidak bisa saya tolerir (meski tetap tidak bisa berbuat apa-apa ^^) adalah ketika ada orang yang menganggap skripsi anak sastra itu remeh dan jauh lebih mudah dibandingkan skripsi jurusan lain. Yang tidak bisa saya terima, saya sebagai mahasiswa satsra tidak pernah meng-under estimate jurusan lain apalagi menganggap pekerjaan menyelesaikan skripsi adalah persoalan yang mudah. Bagi saya, karena saya tidak tahu banyak seluk beluk ilmu yang mereka ambil, tidak fair bagi saya untuk memberikan judgement semacam itu. Tapi rupanya, banyak yang tidak sependapat dengan saya. Just for your information, saat ini saya tengah menggarap skripsi dengan objek film My Name is Khan. Bagi yang tidak pernah tahu ilmu literatur, mungkin akan menganggap aneh dan sangat kurang kerjaan. Yang benar saja, skripsi kok bahas film india! Bahkan ada seseorang yang berkomentar, “Hah? Film dijadiin skripsi? Bukannya film tu buat tontonan dan hiburan doang ya? Trus diapain tuh film india?”
Hahaha, karena intensitas mengalami celotehan orang yang merendahkan bidang ilmu saya, lama-lama saya jadi kebal dan justru ingin tertawa kalau menghadapi orang-orang seperti itu. Ya, mengapa harus marah? Karena sebenarnya mereka-mereka ini hanya belum mengerti saja, pikirannya belum terbuka, sebetulnya ka;au boleh jujur... mereka justru berada jauh di bawah saya karena ternyata belum bisa menghargai dan mengerti manfaat dari satu bidang ilmu.
Asal tahu saja, menganalisis sebuah film itu bukan perkara gampang lho. Meski memang benar, saya tak perlu capek-capek penelitian lapangan, namun sungguh (Demi Allah!) semuanya juga butuh perjuangan dan tenaga ekstra. Bukan hanya aspek naratifnya saja, tapi saya juga harus membedah aspek non-narrative-nya juga. Saya tidak cukup memahami theory stereotype untuk bisa menganalisis film ini, tapi juga butuh pemahaman bagaimana cinematography sebuah film memberikan arti tertentu. Dan menurut saya, hal itu tidak mudah. Dan yang terpenting, mengingat saya jurusan sastra inggris maka skripsi dan sidang saya kelak haruslah menggunakan bahasa inggris yang baik dan benar. Bagi orang yang berkapasitas pas-pasan seperti saya, tentu saja itu tidak mudah. Kami tidak hanya harus memastikan analisis dan theory yang kami pakai itu capable, tapi juga gramatical penulisan kami haruslah sudah benar. Jadi apakah adil, dengan fakta seperti itu masih ada orang yang meremehkan jurusan sastra?
Kadang saya juga tidak luput dari pesimisme akan prospek ke depan jurusan sastra. Mau jadi apa kalau lulus nanti? Well, kalau kita kuliah masih dibayang-bayangi pertanyaan seperti itu, maka kita hanya akan diam di tempat dan menjadi orang yang terkungkung dengan opini publik. Memang benar, untuk bisa benar-benar mengapliaksikan ilmu saya (saya mengambil konsentrasi literatur), seyogyanya saya melanjutkan ke jenjang S2. Namun menurut saya, kalau pun toh nantinya saya tidak mendapatkan kesempatan untuk lanjut S2, ada banyak hal bisa saya aplikasikan dari ilmu ayng telah saya pelajari ini.
Halah! Paling mentok-mentoknya juga jadi guru bahasa inggris! Gitu aja kok repot! Nggak usah muluk-muluk deh...
Mungkin akan banyak yang mencibir seperti itu. Kalau memang itu benar, apa salahnya menjadi seorang guru? Meski sebenarnya kuliah di sastra sama sekali bukan diarahkan untuk menjadi guru (bedakan jurusan sastra inggris dan pendidikan bahasa inggris ^^), namun apa ada yang salah dengan menjadi seorang penyalur ilmu (baca: guru)? Tanpa keberadaan guru SD bahkan guru TK, kalian yang kini kuliah di jurusan bergengsi seperti kedokteran dan semacamnya itu, tentu tak akan pernah bisa sampai ke bangku kuliah tak peduli sejenius apapun otak kalian. (balas dendam ceritanya?^^)
Asal kalian tahu, saya mendapatkan buanyaaaak hal dari kuliah di jurusan sastra. Mungkin kalian mengira kami hanya belajar bahasa, grammar, dan semacamnya itu. Tenang, saya maklum kok. Hehe. Tapi kalau saja kalian mau membuka pikiran sedikiiit saja, posisi ilmu sastra itu sesungguhnya berada di paling atas, sastra adalah payung dari bidang ilmu lain, seperti kedokteran, psikologi, matematika, biologi, dan lain sebagainya. Sederhananya, kalau kalian tidak mengerti apa itu bahasa, mana mungkin kalian bisa mengerti ilmu-ilmu lain yang kesemuanya tidak akan bisa ditransfer tanpa keberadaan bahasa?
Dan yang lebih penting lagi, di jurusan sastra, kami mempelajari banyak sekali hal-hal yang mungkin tidak pernah dianggap penting di jurusan lain namun sebenarnya teramat penting (hehe mbulet.com). Di jurusan sastra, saya belajar Reading text,  saya jadi tahu bagaimana ideologi selalu bersembunyi dalam sebuah teks (teks disini bisa berarti tulisan, film, iklan, maupun fenomena sosial). Sebagai seorang wanita saya juga merasa beruntung karena jadi tahu sedikit banyak tentang feminisme dan bagaimana seharusnya saya bersikap di tengah budaya patriarki. Kami juga diajari apa itu semiotic, studi tentang simbol yang membuat kami lebih faham dan aware pada setiap makna yang terkadung dalam setiap hal yang kita temui sehari-hari. Tentu masih banyak lagi hal-hal menarik yang membuat saya menjadi makin jatuh cinta pada ilmu sastra, yang tidak mungkin saya pamerkan satu-satu disini. ^^
Saya merasa ilmu sastra mampu mencerdaskan manusia, memberi arti lebih dalam hidup seseorang. Membuat kita tidak hanya berpikir soal materi dan kesuksesan berkarir. Lebih dari itu, sastra membantu saya memahami hal-hal secara lebih mendalam yang tidak ditawarkan oleh bidang ilmu lain (eit, bukan berarti saya meremehkan ilmu lain looo ^^)
Tanpa ilmu sastra, tidak akan bisa sebuah negara berdiri dengan kokoh. Lihat saja, tanpa kritikan dan masukan dari para sastrawan dan pengamat budaya, apa jadinya Indonesia yang sudah bobrok ini? Haha, kalau kalian masih ragu dengan kehebatan dan betapa dibutuhkannya orang-orang sastra, silahkan datangi saya. Hoho. Saya bisa menunjukkan orang-orang hebat itu, yang tentu saja saya belum termasuk di dalamnya (hoho... semoga suatu saat bisa jadi orang hebat juga, kekeke...). Hal yang menyedihkan bagi saya adalah ketika masih ada mahasiswa sastra yang belum bisa bersikap sebagaimana seharusnya.
Sejauh ini, jika masih ada yang memandang rendah jurusan sastra, saya berusaha kalem dan tidak terbawa emosi, plus mengingat kata-kata dari salah seorang dosen saya, “Jangan salah, kalau di negara maju, bukan mahasiswa kedokteran yang disanjung-sanjung, tapi justru orang yang menguasai ilmu literatur”. So... setelah membaca tulisan ini, masih adakah diantara kalian yang menganggap ilmu sastra itu cenderung remeh dan tidak ada gunanya? ^^


Pelabuhan Dabo Nampak Dari Kejauhan


Sejarah Sepeda 2


ASAL USUL SEPEDA

24012010
Manusia mengenal alat transportasi modern bermula dengan diketemukannya roda, sebelumnya manusia menngunakan binatang sebagai kendaraannya seperti kuda, gajah, sapi, unta dan lain sebagainya. Dengan digunaknnya roda dalam menciptakan alat transportasi, hal in merupakan lompatan yang cukup jauh walaupun pada awalnya bentuk roda cukup sederhana hanya berupa lempengan kayu seperti roda gerobak, kemudian dibuat roda yang berjeruji, kemudian dibuatlah roda kereta kuda, baru kemudian sepeda. Di Eropa setelah adanya revolusi industri maka kemajuan teknologi berkembang cukup pesat.
Dengan diproduksinya mesin dan minyak untuk membangkitkan motor maka bermunculanlah alat transportasi seperti mobil, sepeda motor, kapal api, kereta api, kapal terbang dan sebagainya.
Tahun 1971 sepeda kayu sudah mulai dibuat di Perancis, namun baru tahun 1817 Baron Von Drais de Sauerbun membuat sepeda kayu tanpa pedal yang pertama, sepeda ini disebut “Hoby Horse” (sepeda kuda – kudaan) dan dalam waktu yang singkat sudah popularJerman, Perancis, Inggris, dan Amerika. Tahun 1839 sepeda memakai pedal pengayuh pertama kali digunakan, bentuk sepeda yang dibuat saat itu kelihatan sangat janggal, karena rodanya terlalu besar dan belakangnya dibuat roda kecil untuk membantu keseimbangannya, dan cara memakainya sangat dibutuhkan keterampilan seorang akrobatik untuk mengendarainya. Dua dasawarsa kemudian bentuk sepeda sudah mulai tampak enak untuk dikendarai. Setelah itu bermunculan berbagai merk dan bentuk sepeda dari negara – negara Eropa, Amerika yang disusul oleh negara Asia seperti Cina dan Jepang yang tidak mau ketinggalan dalam memproduksi dan memasarkan sepeda mereka secara besar – besaran.
Sebenarnya sepeda masuk sebagai alat transportasi di INdonesia belumlah terlalu lama, yaitu sekitar awal abad ke-20 yaitu sekitar tahun 1910-an. Waktu pertama masuk tentu saja dipakai oleh pegawai kolonial dan para bangsawan, baru kemudian para misionaris dan saudagar kaya bisa memilikinya.
Sepeda, pertama kali dibuat bentuknya sangat berbeda dengan sepeda zaman sekarang yang bentuknya ramping dan terbuat dari alumunium. Sepeda diciptakan di Prancis pada tahun 1791, sepeda kala itu hanya berupa kendaraan beroda dua dari kayu yang bentuknya aneh. Sepeda ini roda depannya dibuat dalam posisi paten dan tidak berpedal. Jadi sepeda ini baru dapat bergerak maju ketika pengemudinya mengerakkan kakinya untuk berjalan maju.
Pada tahun 1817, Baron Von Drais de Sauerbrun memperbaiki model sepeda primitif itu. Masih tanpa pedal, sepeda yang ini sudah berkerangka dari kayu, rodanya dari logam dan jerujinya yang besar terbuat dari kayu. Selain itu juga sudah mempunyai tempat duduk dan tempat meletakkan tangan didepan. Sepeda ini dapat dikemudikan dengan sebuah palang yang disambungkan dengan roda depan. Saat itu, bersepeda menjadi populer di Jerman, Prancis, Amerika, dan Inggris.
Pada tahun 1839, untuk pertama kali diciptakan sepeda berpedal oleh Kirkpatrick Macmillan, seseorang pandai besi dari Skotlandia, Ciptaannya ini bukan sekedar memperbaiki model lama  tetapi betul – betul sebuah inovasi baru, sepeda dengan pedal kaki untuk menjalankan rodanya.
Roda depannya yang dapat dikemudikan diapit dengan kerangka dari logam dalam posisi vertikal yang diletakkan dengan kerangka bagian depan yang terbuat dari kayu yang tersambung dengan roda bagian belakang.
Pedal berada pada kedua sisi kiri dan kanan tersambung dengan tangkai pengungkit perseneling yang berpusat pada kerangka dekat roda depan. Sebuah tangkai penghubung akan mentransfer gerakan tangkai pengungkit perseneling yang naik turun memutar untuk menggerakan roda belakang. Temuan Macmillan ini membuktikan bahwa kendaraan roda dua dapat digerakkan dengan kayuhan kaki tanpa pengemudi kehilangan keseimbangan.
PERKEMBANGAN SELANJUTNYA
Dengan terbukanya pasar Inggris dan Amerika pada akhir tahun 1860-an, sepeda mengalami banyak perkembangan. Misalnya saja, penemuan jeruji dari kawat dan roda yang terbuat dari karet.
Perkembangan yang lainnya adalah adanya lampu, kala itu berupa lilin dalam kotak kecil yang diletakkan pada setir, dan rem yang masih sangat primitif. Rem ini berupa sepatu (shoe, yang menjadi asal istilahbrake shoe) yang digunakan untuk melambatkan laju roda dengan cara pengemudi menarik sebuah tali yang diletakkan di setir dan terhubung dengan sepatu tadi sehingga sepatu itu menempel pada roda hingga dapat menahan lajunya.
Salah satu kelemahan sepeda ini adalah jarak tempuh dalam satu kayuhan hanya sejauh besarnya keliling roda. Agar dapat menempuh jarak yang lebih jauh, kadang – kadang diameter roda depan dibuat menjadi 130 cm dan roda belakangnya 60 cm. Setiap kayuhan pedal akan memitar roda yang besar satu kali sehingga jarak tempuhnya lebih jauh. Model ini disebut Penny Farthing karena bentuknya seperti uang koin Inggris.
Sepeda dengan rantai muncul pada tahun 1879. Sepeda ini roda depannya dikendalikan dengan sebuah engkol yang berada di bawah pusat  roda dan dihubungkan dengan rantai dan susunan gigi jentera.
Seiring perkembangan zaman, bersepeda mulai popular sebagai satu bentuk olah raga. Karena murah dan praktisnya, pada tahun 1897, hampir empat juta orang Amerika menggunakan alat transportasi ini setiap hari.
CARA KERJA SEPEDA
Ketika pengemudi mendorong pedal sepeda, gigi jentera akan berputar yang kemudian menggerakan rantai roda. Rantai, yang dilingkarkan pada sebuah bulatan besi bergerigi, bergerak mencocokan posisi pada gigi – gigi nya. Pedal memutar gigi jemtera yang besar yang menggerakkan rantai yang kemudian memutar gigi jentera kecil yang akhirnya memutar roda belakang dan sepeda dapat bergerak maju.
PERSENELING
Zaman ini, sepeda mempunyai perseneling yang digunakan sesuai dengan kecepatan yang diinginkan. Perseneling membantu pengemudi menggunakan kombinasi yang diinginkan antara kekuatan mengayuh dan kecepatannya. Misalnya, pegemudi akan menggunakan perseneling rendah untuk jalan yang menanjak. Dengan demikian, ia akan mengayuh dengan lebih mudah meski lajunya lebih lambat. Sedangkan pada jalan yang datar, akan digunakan perseneling yang tinggi sehingga mengayuhnya lebih lambat tapi lajunya lebih cepat.
Sepeda dengan perseneling yang multi kecepatan mempunyai gigi jentera dengan ukuran yang beragam pula. Jumlah perseneling yang diguakan menentukan kecepatan. Misalnya, sepeda yang mempunyai 5 macam kecepatan (five-speed bike) sepeda yang mempunyai 5 perseneling roda belakang. Dan jika mempunyai ten-speed bike maka sepeda ini mempunyai lima perseneling pada roda belakang dan dua perseneling yang mengatur rantai.”Derailleur” adalah alat yang mengatur perpindahan rantai dari satu perseneling ke perseneling yang lain. Umumnya, “Derailleur” diletakkan di bagian bawah dekat kursi sepeda yang jaraknya diukur dalam jangkauan pengemudi tapi ad juga yang berada di bagian setir.
KERANGKA
Kerangka sepeda haruslah memenuhi syarat minimal demi efisiensi penggunaan. Pertama, kerangka haruslah terbuat dari bahan yang keras dan antara bagiannya menyatu erat supaya kayuhan pengemudi mempunyai daya dorong yang kuat. Apabila setelah satu kayuhan, kerangka bergerak dan harus kembali ke posisi semula maka, hal ini membuat gerakan pengemudi tidak efisien.
Syarat yang kedua, adalah harus mempunyai daya pegas. Ini sangat penting, mengingat berbagai kondisi jalanan yang tidak rata dan berbatu yang menyebabkan hentakan – hentakan akan langsung dirasakan oleh pengemudi melalui tempat duduk dan setir. Hal ini tentu saja membuat bersepeda menjadi sangat tidak nyaman, apalagi untuk jarak jauh.
Umunya kerangka zaman sekarang terbuat dari besi kualitas tinggi tapi belakangan alumunium juga banyak digunakan untuk sepeda yang dirancang ringan.

Pameran Sepeda Onthel


Bulan Oktober 2009 ini barangkali adalah bulan cukup sibuk bagi Podjok. Pada minggu kedua saja, sudah ada 2 acara bersamaan yang diikuti Kerabat Podjok. Acara pertama adalah Pameran Kampung Budaya yang digelar UGM pada tanggal 11-13 Oktober, dimana Podjok turut berpartisipasi membuka stand pameran sepeda onthel. Pameran ini relatif unik karena menampilkan berbagai stand komunitas mulai dari sepeda onthel, low rider sampai komunitas penggemar bis….he..he..he..
Kemudian Minggu 11 Oktober, Podjok juga turut memeriahkan Acara Karnaval Museum-Museum Yogyakarta yang diadakan sebagai langkah promosi guna meningkatkan minat masyarakat untuk kembali mengunjungi museum. Acara karnaval cukup sederhana tapi mendapatkan sambutan meriah dari masyarakat.
Memang minggu yang melelahkan bagi Kerabat Podjok, namun menjaga eksistensi komunitas di dalam masyarakat memang memerlukan komitmen, tidak cukup hanya semboyan dan cerita (liputan sahid nugroho).
2009oct13n008.JPG
#1 Stand Podjok di Kampung Budaya UGM

2009oct13n011.JPG
#2 Sederhana tapi tetap unik memikat…
2009oct13n027.JPG
#3 Sabar menunggu giliran start…
2009oct13n038.JPG
#4 Karnaval berjalan perlahan menyisir Jalan Malioboro
2009oct13n040.JPG
#5  Santai, tenang dan damai…atmosfir khas para onthelis…
2009oct13n069.JPG
#6 Narsis bersama seusai karnaval
2009oct13n081.JPG
#7 Seusai karnaval langsung nonton pameran bareng-bareng

Sunday, March 20, 2011

Falling in Love wih K-Pop: A new chapter in my life...

Mengawali postingan perdana saya di tahun 2011, saya tidak akan menulis yang berat-berat (memang selama ini tulisan saya berbobot apa? Hoho, tidak sama sekali). Hmm, kali ini saya akan bercerita tentang kegandrungan saya terhadap K-Pop yang baru muncul akhir-akhir ini. Sejujurnya, saya merasa kegandrungan terhadap K-pop ini justru seperti karma bagi saya. Gimana ga? Dulu saya paling risih dan nggak habis pikir setiap melihat teman kos atau teman kuliah yang tergila-gila pada drama dan idola korea. Bagaimana mungkin mereka rela menghabiskan berjam-jam bahkan kadang sehari semalam duduk di depan laptop menonton drama Korea yang hanya akan membuat mereka berderai air mata itu. Saya juga paling gregetan kalo salah satu teman kos mantengin chanel tv yang nampilin acara musik boyband-boyband korea. Haduuuh, please deh... apa bagusnya sih cowok-cowok salon ini? Pikir saya waktu itu.

Namun rupanya karma sedang ingin menghampiri saya. Berawal dari keisengan saya mengopy file drama ‘Personal Taste’ dari teman sekamar saya (Devin), semua kegilaan terhadap K-Pop ini bermula. Sebenarnya saya tertarik pada drama ini karena saat drama ini diputar di televisi dulu, kakak saya sangat menyukainya dan sempat menceritakan sekilas kalau drama ini sedikit mengangkat tema homoseksual. Saya pikir tema ini termasuk baru dan berbeda, makanya saya bela-belain ngopy. Namun setelahnya pun saya tidak langsung menontonnya. Saya masih kurang tergerak dan masih lebih gandrung dengan film-film Hollywood. Hal yang memicu saya menonton drama ini adalah stress menghadapi UTS semester lalu. ^_^

Tau apa yang saya temukan begitu menonton drama ini? Sebuah sosok menakjubkan, perpaduan antara tampan, cantik, bercahaya, dan berkilau-kilau (Lebayyyy). Hihihi. Tau kan siapa yang saya maksud? Yah itulah pertama kali saya berkenalan dengan Lee Min Ho, lelaki cantik pertama yang saya kenal di jagad per-korea-an. Meski saya bukan tipe orang yang bisa jatuh cinta pada pandangan pertama, namun sungguh sosok si Lee Minho ini benar-benar menarik perhatian saya. Apalagi di dalam drama tersebut, pengkarakteran Lee Minho terbangun sangat kuat. Ia digambarkan sebagai sesosok lelaki cantik (baca: tampan) yang dingin namun sangat penyayang, plus pintar masak dan bersih-bersih pula! Hahaha, lengkaplah sudah sesuai standar idaman saya. Hihihi...

                                                                   The evidence ^^ ...

 

Dari sanalah saya mulai gatel untuk berburu drama-drama Korea lainnya. Kebetulan banyak teman-teman di sekitar saya yang ternyata sudah gila K-Pop duluan jauh sebelum saya. Jadilah saya tinggal mengunduh harta karun mereka. Hehe. Dan lembar kehidupan saya sebagai K-Pop lover pun segera dimulai. Saya jadi sering begadang semalam suntuk untuk menonton drama Korea. Dilengkapi dengan tawa terbahak-bahak dan sesekali menitikkan air mata, tentu saja. Khas penonton setia drama Korea. Mungkin bagi yang belum pernah menonton drama Korea akan mencibir (seperti saya dulu). Namun ada hal yang menarik yang membuat saya betah menonton drama Korea. Berbeda jauh dengan sinetron kita (layaknya langit dan bumi), drama-drama Korea tidak hanya mengangkat tema-tema dangkal sebatas percintaan dua tokoh di setiap ceritanya. Ada sesuatu yang baru yang disuguhkan pada penonton. Memang sangat melodramatik kadang, tapi ada hal-hal yang membuatnya jadi ‘seperti’ realita dan sangat enak untuk diikuti.

Dalam kuliah Kajian Budaya Urban semester lalu, dosen saya pernah menjelaskan bagaimana sinetron kita gagal menampilkan realitas dalam setiap ceritanya. Sinetron kita selalu bercerita tentang kehidupan anak SMA atau kuliah, namun yang ada di setiap episode hanya kisah percintaan. Anak yang tertukar, dan perebutan harta kekayaan. Tidak pernah ditampilkan bagaimana kehidupan normal anak sekolah atau anak kuliah pada umumnya. Tidak pernah ada scene bagaimana anak kuliah yang sibuk dengan tugas-tugasnya yang bejibun, yang ada malah sibuk bertengkar demi mendapatkan perhatian lawan jenis. Inilah yang membuat orang-orang yang berpendidikan (baca: kita) malas dan tidak tertarik menonton sinetron. ^_^

Sebaliknya drama Korea justru selalu mengupas seluk beluk kehidupan dan profesi tiap tokoh-tokohnya. Ambilah contoh di Personal Taste, disana digambarkan dengan cukup detail bagaimana kehidupan seorang arsitek lengkap dengan kesibukan dan intrik-intriknya. Atau di drama My Sassy Girl (drama ini sebenarnya sudah agak lawas), disana digambarkan bagaimana perjuangan seorang anak SMA untuk meraih beasiswa juga bisa dijadikan tontonan yang menarik. Di Coffee Prince juga digambarkan bagaimana kehidupan dua tokoh utama dalam usahanya membangun bisnis kafe dan menjadi seorang barista. Sisi inilah yang saya sukai dari drama-drama Korea. Drama Korea tidak memposisikan saya sebagai penonton cengeng yang hanya mengagumi kisah-kisah percintaan, namun ada suatu pelajaran baru yang saya dapat (plus wajah kinclong baru tentunya! Haha). Salah satu yang paling berkesan adalah ketika menonton Woman Who Still Wants to Get Married, dari drama itu saya jadi lebih tahu bagaimana kehidupan seorang yang menjalani profesi sebagai spontanious interpreter. Kebetulan saya mengambil mata kuliah Translation III (Interpretation) semester lalu. Jadi sedikit banyak tertarik dan merasa nyambung dengan detail cerita yang mungkin bagi orang lain tidak terlalu penting itu.

Well, kalau kalian mengira kegilaan saya pada k-pop hanya sampai disini, kalian salah besar. Karena setelah gandrung pada dramanya yang selalu memukau, sekarang saya mulai merambah ke boyband Korea. Haha. Kalian tentu kenal atau setidaknya pernah mendengar Super Junior (suju) kan? Yup, i totally in love with those pretty boys! Im officially their huge fans (temporarily). Nggak tau kan kalau tahu-tahu saya berubah ngefans artis india? :p, hehe para Elf jangan marah ya... ^^

Pertama kali melihat movie video Bonamana Suju adalah saat kelas Semiotic semester lalu. Kebetulan dosen Semiotic kami ternyata juga seorang K-pop lover (parah) ^^. Jadilah beliau menggunakan mv Suju untuk bahan analisis semiotic kami. Awalnya saya keki setengah mati dipaksa nonton video-clip boanamana ini. Pikir saya, apa-apaan ini cowo-cowo geje ngedance, ada yang rambutnya dicat pirang pulak! Wkwkwkw, so norak. Apalagi salah satu sahabat saya (Sundari) yang juga teman sekelompok semiotic memang sudah sejak lama suka dengan salah satu personil Suju. Saya selalu alergi kalau sahabat saya itu mulai lebay memamerkan foto idolanya (Hangeng) dan memaksa saya untuk menyetujui kegilaannya sambil berkata “Cakep kan? Cakep kan?”

Lucunya, sekarang kami bertukar peran. Saat ini saya yang gila Suju dan Sundari sudah sembuh dari ketidakwarasannya itu. Hehe. Sebenarnya saya tertarik pada Suju setelah melihat drama Oh My Lady. Tahu dong siapa yang membetot perhatian saya. Yup, he is the prince charming named Choi Siwon. Xixixi. Well saya tidak akan membahas kegantengannya disini (mengingat saya akan kehabisan kata-kata untuk mendiskripsikannyaa). Yang pasti, Choi Siwon ini adalah idol Asia pertama yang sukses meluluhkan hati saya. Sebelumnya saya tidak pernah ‘ngeh’ jika melihat aktor-aktor Asia, saya lebih terpesona pada bule macam Keanu Reves, George Clooney, Jake Gyllenhall, dkk. Tapi sumpah, pesona dan kharisma Choi Siwon ini benar-benar sempurna di mata saya. Bahkan membuat saya berpaling dari Lee MinHo (mulai bahas hal nggak penting ^^).

second evidence ^^

Singkat cerita, karena Siwon lah saya jadi tertarik berkenalan dengan anak-anak Suju. Awalnya biasa saja, tapi karena saudara kembar saya (Sabiqa Usna) mulai menyuplai sekarung video-video Suju, saya pun mulai menggila. Dan bukan hanya dari movie video single-single mereka saja, saya bahkan lebih gemar menonton talk-show mereka. Dari sana saya mendapati kalau cowok-cowok Suju ini ternyata sangat lucu-lucu dan berkarakter! Kalau di Indonesia, orang yang bisa melucu itu hanya orang yang berwajah seperti Sule, cowok-cowok Suju ini meski hampir semuanya good looking, namun tanpa melucu pun tingkah mereka selalu mengundang tawa dengan sendirinya. That’s why i adore them! ^^

Saya tidak tahu kapan kegilaan ini akan berakhir, namun jujur sebenarnya ini agak mengganggu konsentrasi kuliah saya (apalagi saat ini saya tengah berjuang mengerjakan Thesis). Plus terakhir kalinya saya mempunyai seorang idola adalah jaman SMP dulu (waktu itu saya tergila-gila pada Westlife dan Blue). Kalau dipikir-pikir, hal ini agak sedikit konyol. Namun sejauh ini saya berusaha mengambil sisi positifnya (apa cobaaaaa? Hehe rahasiaaa...). Well, itulah sekelumit cerita tentang Korean fever yang merupakan babak baru dalam hidup saya. Bagi teman-teman yang mau sharing info atau menyumbang drama korea dan mv Suju, i’ll really apreciate it! ^^

Saturday, March 19, 2011

sejarah sepeda onthel

Sepeda Ontel di Negeri Liliput
Di sebuah daratan nun jauh disana yang sering disebut orang sebagai Benua Eropa, berdirilah sebuah negeri kecil yang diapit oleh dua negara besar. Adalah negeri liliput yang terletak di tengah dua Negara raksasa bernama Perancis dan Jerman itu. Dan tahukah kau kawan, bahwa negeri liliput itu bukan lain adalah Belanda yang selama ini kita kenal.
Pernahkah kalian menyadarinya, jika kita melihat peta eropa, Belanda tidak lebih hanya liliput ditengah dua negara besar, yaitu Perancis dan Jerman. Secara ras dan kultural, posisi Belanda bagaikan kurcaci yang terjepit di tengah dua gajah raksasa. Namun dalam perkembangannya, inovasi Belanda dalam berbagai ranah kehidupan tak perlu diragukan lagi. Mulai dari kincir angin sang pembangkit tenaga listrik nan ramah lingkungan yang menjadi ikon tersohor, peran aktif penduduknya untuk menjadikan Belanda sebagai Negara multilingual sebagai penunjang perdagangan dan hubungannya dengan dua Negara raksasa tetangganya, belum lagi kepiawaian pemerintahnya dalam penataan kota, penciptaan kanal-kanal indah yang multifungsi, dan pencegahan banjir yang begitu ampuh, lalu inovasi dalam bidang transportasi umum yang serba canggih dan nyaman, hingga pesatnya kemajuan mereka di bidang pendidikan. Belanda memang bukan Negara besar, namun negeri liliput itu justru menawarkan kesempatan besar bagi kalian yang haus ilmu dan senantiasa ingin bergerak maju. Bayangkan saja, Belanda mempunyai lebih dari 1391 program studi berbahasa Inggris yang tentu kesemuanya memiliki kualifikasi kelas dunia (baca: standar internasional).
Mungkin semua orang tahu betul akan fakta-fakta mengagumkan yang terpapar di atas. Atau bahkan beberapa diantara kalian akan mencibir… apa bedanya Belanda dengan Negara-negara barat lainnya? Mereka juga sama canggihnya di berbagai bidang. Sama-sama bergerak maju dan tak pernah berhenti berinovasi. Tak ada yang istimewa. Eit! Tunggu dulu kawan, mungkin kau belum tahu kisah yang satu ini. Kisah tentang sepeda ontel di negeri liliput yang hendak kuceritakan.
Gambar diambil dari http://sepedaku.com
Kau tahu kan apa itu sepeda ontel? Ya, sepeda roda dua sederhana yang dulu menjadi alat transportasi nenek kakek kita dulu. Kring… kring… kring…, begitu bunyinya yang nyaring memekakkan telinga. Namun sayang, penduduk Indonesia kini telah berubah menjadi manusia-manusia angkuh yang menganggap benda yang satu ini sebagai sarana transportasi yang ketinggalan jaman, tak efisien, dan nggak gaul. Kita lebih suka pergi ke kampus atau ke kantor dengan naik motor atau mobil meski jarak rumah dengan kampus atau kantor cukup dekat. Sepeda ontel dalam budaya kita dicap sebagai kendaraannya orang level bawah, sehingga dalam perkembangannya sepeda ontel semakin ditinggalkan. Namun tahukah kau kawan, kalau benda yang satu ini sangat diistimewakan di negeri liliput sana?
Betapa tidak? Ada sekitar 16 juta sepeda di negeri liliput, hampir setara dengan jumlah penduduknya. Jadi bisa diperkirakan bahwa setiap penduduk mempunyai satu sepeda. Bahkan tak jarang penduduk yang mempunyai dua hingga tiga sepeda sekaligus. Sepeda khusus untuk ke kampus, sepeda khusus  untuk perjalanan jauh, dan sepeda khusus hang-out. Kalau kau mau bukti kecintaan penduduk negeri liliput pada sepeda ontel, kita bisa melihat dari fakta bahwa semua lapisan masyarakat mereka menggunakan sepeda ontel sebagai alat transportasi.  Dari kakek, nenek, ibu rumah tangga, anak sekolah, mahasiswa, dosen hingga anggota parlemen, pengusaha, dan bahkan menteri juga bersepeda. Sepeda ontel digunakan untuk hampir semua keperluan transportasi, mulai dari belanja, ke sekolah, ke kampus, mengunjungi teman, rekreasi, hingga ke kantor. Karena bervariasinya jenis keperluan sepeda ini menyebabkan beragam pula jenis sepedanya, ada sepeda-nenek (omafiets), sepeda-kakek (opafiets), sepeda-perempuan (damesfiets), sepeda-pria (herenfiets), dan sepeda-anak (kinderfiets). Nah… kini kau percaya bukan, betapa istimewanya sepeda ontel bagi penduduk negeri liliput?

Gambar diambil dari http://www.masboi.com
Selain itu, bukti lain kecintaan penduduk negeri liliput terhadap sepeda ontel adalah dengan dicanangkannya “keterampilan bersepeda” sebagai salah satu mata pelajaran ekstrakulikuler di sekolah dasar disana. Dalam pelajaran bersepeda, murid akan diajari di antaranya cara memberi tanda jika akan membelok ke kiri atau ke kanan, memilih titik aman untuk berhenti di perempatan jalan, arti lampu merah-hijau pada lampu stopan sepeda, serta perlengkapan yang mesti dimiliki, seperti rem, bel, lampu depan dan belakang. Pelajaran teori singkat itu ditutup dengan ujian teori dan keterampilan bersepeda. Halaman sekolah dijadikan arena ujian, dipasangi rambu-rambu lalu-lintas sederhana, lalu setiap murid diminta mengendarai sepedanya melewati rute yang telah ditentukan. Tujuan pelajaran bersepeda itu untuk mempersiapkan murid-murid bersepeda di jalan raya dengan aman.
Umumnya, setelah murid lulus ujian bersepeda, orangtuanya berani melepas sang anak pergi dan pulang sendiri ke atau dari sekolahnya. Seluruh proses pendidikan bersepeda dan ujiannya, didukung sepenuhnya oleh korps polisi lalu-lintas di kota atau desa masing-masing. Karena anak-anak Belanda sudah diperkenalkan dengan sepeda di usia dini, maka sepeda menjadi seperti “bahasa ibu” seluruh anak-anak Belanda, yang akan dibawanya sampai tua. Bayangkan, betapa inovatifnya pemerintah Belanda dalam menggalakkan budaya bersepeda ini.
Gambar diambil dari http://www.masboi.com
Tampaknya mereka percaya betul akan pepatah “sebuah sepeda jauh lebih baik daripada satu truk obat-obatan”. Mereka sadar, dengan mengendarai sepeda, kesehatan akan senantiasa terjaga dan tidak memerlukan obat-obatan. Selain baik untuk kesehatan, rupanya penduduk negeri liliput yang pintar itu juga sadar betul bahwa sepeda ontel juga baik untuk kenyamanan kota, kenyamanan global dan pemeliharaan lingkungan. Sepeda tidak menghasilkan gas karbon monoksida maupun karbon dioksida, tidak mencemari udara maupun lingkungan serta tidak menyebabkan kemacetan arus lalu lintas. Karena sepeda dioperasikan oleh otot tubuh manusia, maka tidak memerlukan konsumsi bahan bakar berupa bensin ataupun solar.
Yang lebih mengagumkan adalah dukungan dari pemerintah yang senantiasa menyediakan jalur sepeda ontel di tiap ruas jalan di kota-kota besar hingga ke desa-desa kecil, didukung dengan transportasi umum seperti kereta api dan bus super nyaman sehingga penduduk tak merasa perlu menggunakan mobil jika ingin menempuh perjalanan jarak jauh. Tinggal bersepeda santai sampai stasiun, lalu naik kereta api yang sudah tentu canggih dan nyaman. Pemerintah negeri liliput yang bijak selalu memberikan ruang gerak seluas-luasnya dan pengutamaan untuk pengguna sepeda ontel yang ramah lingkungan ini. Dan yang membuat kisah ini menjadi sangat istimewa, belum ada satu Negara di belahan bumi mana pun yang mampu menandingi kecintaan penduduk negeri liliput terhadap budaya sepeda ontel! Negara super power sekelas Amerika sekali pun belum bisa menduplikat gaya hidup penduduk negeri liliput yang mengagumkan itu. Maka tak heran, kini negeri liliput itu lekat dengan julukan “negeri sepeda”.
Maka bisa kalian bayangkan, betapa indah dan damainya kehidupan di negeri liliput sana. Ketika sepeda ontel dijadikan filosofi hidup dalam berkendara, maka bisa dipastikan betapa negeri liliput senantiasa terbebas dari ancaman polusi dan pencemaran lingkungan. Belum lagi terciptanya paradigma yang mengakar kuat bahwa sepeda ontel bukanlah alat transportasi kelas rendah, sehingga siapapun baik itu menteri ataupun pekerja kasar akan dengan nyaman menggunakan sepeda ontel dalam kesehariannya. Dan bisa kalian perkirakan, seberapa besar kontribusi yang diberikan penduduk negeri liliput dalam misi pencegahan pemanasan global? Mungkin adalah yang terbesar yang pernah ada.
Begitulah, sekelumit kisah tentang sepeda ontel di negeri liliput bernama Belanda. Sebuah benda yang sederhana dan terkadang dianggap remeh memang, namun siapa yang menyangka kalau sepeda ontel justru menjadi inovasi Belanda paling mutakhir dan tak tertandingi. Maka andaikata kita bisa meneladani kerendah hatian penduduk negeri liliput akan kesadaran pentingnya penggunaan sepeda ontel, baik dari penduduk maupun pemerintah, maka bisa dibayangkan akan seperti apa Indonesia kelak. Negeri luas nan elok yang damai, sejuk, dan jauh dari momok ‘macet’ yang senantiasa menghantui kota-kota besar di negeri kita, dan tentu saja, menurunnya kesenjangan sosial yang telah dan akan selalu menimbulkan berbagai problem sosial yang pelik.

Thursday, March 17, 2011

sepeda ontel termahal

Sepeda Onthel Termahal di Dunia [PIC Inside]







1892 : Willem Kolling, yang bekerja sebagai agen kantor pos di sebuah desa di Belanda yang bernama Dieren, mengundurkan diri dan memulai usaha dagang sepeda dengan memesan sebuah sepeda di Inggris. Usaha dagangnya berkembang dengan sangat bagus. Kolling kemudian memulai kerja sama dengan pengecer perangkat dari besi dan kompor Rudolf Arentzen dari Dieren.

1902 : Arentzen dan Kolling membeli tanah dan bangunan baru di tempat berdirinya pabrik yang sekarang dan memulai produksi sepeda. Dalam tahun yang sama, sepeda pertama kali yang bermerk Gazelle mulai dijual.

1903 : Kemudian Gazelle memperkenalkan produksi sepeda motornya yang pertama, namun tidak dibuat oleh Gazelle sendiri.

1905 : Meskipun perdagangannya berkembang bagus Arentzen mengundurkan diri dari perusahaan itu. Posisinya digantikan oleh Hendrik Kolling, saudara Willem Kolling.

1912 : Dengan perluasan besar-besaran terhadap tanah dan bangunan awal mereka, dan dengan alat – alat permesinan yang modern dan spesialis, rencana produksi sendiri bisa direalisasikan sepenuhnya. Meraka memiliki spesialisasi dalam pembuatan sepeda lengkap. Sementara itu aktivitas perdagangan borongan Gazelle menjadi semakin penting.

1915 : Keluarga Kolling dan kemenakan mereka Van Breuking mengganti nama perusahaan menjadi “N.V. Gazelle Rijwielfabriek v/h Arentzen en Kolling dalam dua puluh lima tahun berikutnya perusahaan ini mengalami pertumbuha yang mantap. Permintaan dari outlet domestik serta permintaan internasional meningkat secara signifikan. Hal ini juga karena pasar yang berkembang bagi sepeda Gazelle di Indonesia yang pada saat itu menjadi salah satu koloni Belanda. Disamping sepeda – sepeda standar, beberapa jenis sepeda bermotor, delivery bicycles (sepeda antar) dan carier tricyles (sepeda muatan tiga roda) diproduksi untuk berbagai sektor idustri.
1930 – 1931 : Gazelle memperkenalkan model kerangka silang 9X dan 8V.

1931 : Sebagai variasi merek Invicta muncul dalam katalog Gazelle, sementara itu merek Gelria juga diperkenalkan.

1935 : Gazelle memperkenalkan tandem pertama, yang sangat populer dalam tahun – tahun sebelum Perang Dunia II. Pada tahun perkenalannya, 600 tandem segera terjual.
LAMBANG DARI SEPEDA GAZELLE







nah ini contoj sepeda sepeda ontel Gazelle